Rabu, 09 November 2011

Sejarah sedotan


Sebelum sedotan buatan ditemukan, orang menggunakan batang pohon gandum untuk menyedot minuman. Anak-anak di Indonesia mungkin menggunakan batang padi. Tahun 1880-an, seorang pemilik pabrik kertas rokok di Amerika Serikat bernama Marvin C Stone membuat sedotan yang pertama. Selembar kertas digulung pada sepotong pensil, kemudian dilem. Sayang belum bisa digunakan karena basah bila terkena air.
Dia kemudian menggunakan kertas manila yang dilapisi lilin sehingga tahan air. Stone memang jeli membidik peluang. Dia meneliti ukuran ideal sebuah sedotan. Menurutnya, sebaiknya panjang sedotan sekitar 21,25 cm menyesuaikan jarak meja dengan bibir. Adapun diameter lubang lebih kecil dari biji lemon. Ini untuk menghindari biji jeruk turut terisap dari minuman.
Temuan sepele ini memperoleh paten pada 3 Januari 1888. Stone banting stir, mengubah pabrik kertas rokok miliknya menjadi pabrik sedotan. Tak lama kemudian dia berhasil menciptakan mesin otomatis, sedotan tak lagi buatan tangan. Dengan produksi massal, dia memperoleh keuntungan besar.
Kini penggunaan sedotan semakin luas. Bentuk dan modelnya beragam, termasuk yang bisa dibengkokkan. Dokter dan laboran menggunakan sedotan kaca untuk mengambil obat agar tak terkontaminasi tangan dan udara kotor.
Tahun 2006 ilmuwan Denmark bernama Torben Vestergaard Frandsen menciptakan apa yang disebut dengan lifestraw (sedotan kesehatan). Bentuknya sama, namun di bagian tengah dibuat mblenduk. Bagian itu berisi saringan, iodium, dan karbon aktif. Meski yang disedot air kotor, setelah melewati penyaring menjadi bersih dan bebas bakteri. Konon aman untuk minum dari air sungai yang kotor.
Sedotan kesehatan dijual 3,5 dolar (sekitar 32 ribu rupiah) perbiji. Mahal juga ya? Namun bisa digunakan berulang-ulang hingga kapasitas 700 liter atau masa pakai enam bulan hingga setahun.
Saat ini sedotan menghadapi isu lingkungan. Masyarakat modern cenderung menghindari perkakas plastik karena merupakan partikel nonreversible (tak bisa diurai) sehingga mencemari lingkungan. Para pengguna juga khawatir, bahan plastik yang bermutu rendah membahayakan kesehatan. Terutama saat digunakan pada air panas, zat-zat beracun larut kemudian terminum. Dampaknya adalah penyakit kanker yang mematikan.

0 komentar:

Posting Komentar